27 April, 2009

Wahai Mujahid!

Wahai mujahid !!!
Aneka kehidupan telah terhampar nyata di bumi
Lantangkan suaramu dan tetaplah waspada
Luruskan barisanmu, dan kokohkanlah
Bersihkan niatmu, dan bersabarlah
Tak ada kata tunduk terhadap kebathilan
Tak ada kata menyerah menyerukan al-haq
Berikan apa saja yang bisa engkau berikan
Hingga desah nafasmu yang terakhir
Allah akan menggantikannya dengan yang terbaik
Maukah kalian wahai pencari syahid ?

Sukses Dengan Syukur

Nikmat Allah, jika dihitung tidak akan pernah terhitung.
Namun bukan berarti kita tidak bisa menyebutkan sebagian
dari nikmat Allah tersebut. Kita masih bisa menyebutkan
sebagian nikmat-nikmat tersebut alih-alih kita malah
melupakan nikmat-nikmat yang sangat banyak tersebut. Sering
kali kita malah melupakan nikmat Allah yang telah kita
berikan kepada kita. Salah satunya ialah dengan mengeluh.

"Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang
besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi
kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)." (QS An Naml:73)
Melupakan nikmat sering terjadi karena kita selalu
memikirkan apa yang belum atau tidak kita punya ketimbang
memikirkan apa yang belum kita punya. Melupakan nikmat bisa
juga terjadi karena kesombongan kita, seolah-olah apa yang
kita dapatkan adalah hasil usaha kita semata tanpa
pertolongan Allah. Penyebab selanjutnya ialah bisa saja
karena kita kurang mengingat Allah sehingga kita juga lupa
bahwa apa yang kita miliki adalah atas kehendak Allah.

Melupakan nikmat akan merusak mental kita. Hal yang paling
mudah kita rasakan adalah perasaan kita yang tidak enak
jika kita mengeluh, atau setidaknya kita tidak memiliki
perasaan bahagia. Sebaliknya jika kita bersyukur perasaan
kita akan enak dan bahagia karena begitu banyak nikmat yang
telah Allah berikan kepada kita. Perasaan yang enak (feel
good) dan perasaan bahagia akan membentuk mental kemenangan
bagi kita, kita akan lebih semangat menjalani hidup ini.
Bersyukur akan membentuk pola pikir terbuka, sehingga akan
terbuka untuk nikmat-nikmat berikutnya.

Bersyukur bukan berarti hanya mengingat nikmat yang telah
diberikan kepada kita dan melupakan yang kita inginkan.
Bukan, justru bersyukur sebagai sarana untuk menambah
nikmat-nikmat selanjutnya, sehingga wajar saat kita
bersyukur kita juga berusaha dan berdoa untuk nikmat
selanjutnya, bukankah Allah sendiri yang akan menambah
nikmat jika kita bersyukur?

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7)

Haruskah Aku Mengeluh...

Haruskah aku mengeluh? Sementara Allah memberikan nikmat
Islam kepadaku. Nikmat yang menerangi jalanku. Nikmat yang
menunjukan jalan menuju keselamatan. Nikmat yang memberi
petunjuk untuk sukses dunia akhirat.

Haruskah aku mengeluh? Sementara aku dianugrahi orang tua
yang bijak. Yang menjadi inspirasi hidupku. Yang
membimbingku ke arah hidup yang lebih baik. Yang
membesarkanku dan membimbingku. Yang tidak pernah lelah
menjaga dan merawat agar aku tumbuh sehat, kuat, dan
cerdas. Yang rela berkorban demi kebaikanku.

Haruskah aku mengeluh? Sementara aku dijodohkan dengan
seorang istri yang cantik dan penyabar. Yang selalu
menemani suka maupun duka. Yang selalu mendoakanku sehabis
shalat. Yang selalu memberikan dorongan agar aku terus
bergerak. Yang memberikan kekuatan saat aku lemah. Yang
tanpa lelah melayani keperluanku.

Haruskah aku mengeluh? Sementara aku dilahirkan ditengah
saudara-saudara yang baik hati. Saudara yang suka menghibur
aku, saudara yang selalu siap menolong aku. Saudara yang
sering aku mintai nasihat dan pendapat. Saudara-saudara
yang secara bersama berjuang demi kebaikan bersama.
Saudara-saudara yang membuat aku berani menjalani hidup.

Haruskah aku mengeluh? Sementara aku diberikan banyak
kelebihan. Aku memiliki kemampuan belajar, aku memiliki
kemampuan bicara, aku memiliki kemampuan menulis, dan
keyakinan bahwa masih bisa memiliki kemampuan-kemampuan
yang lainnya.

Dan masih banyak nikmat-nikmat dari Allah yang tidak bisa
aku sebutkan, banyak sekali bahkan tidak akan terhitung.
Ternyata tidak ada alasan untuk mengeluh.

16 April, 2009

Lucu Ya...

Lucu ya, uang Rp 20.000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket.
Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berdzikir, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk nonton pertandingan sepakbola.
Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di Mesjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutaran film di bioskop.
Lucu ya, susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa atau sholat, tapi betapa mudahnya mencari bahan obrolan bila ketemu teman.
Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu di pertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam sholat Tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.
Lucu ya, susah banget baca Al-Quran 1 Juz saja, tapi novel "best seller" 100 halamanpun habis dilalap.
Lucu ya, orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola atau konser, dan berebut cari shaf paling belakang bila Jum'atan agar bisa cepat keluar.
Lucu ya, susahnya orang mengajak berpartisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi menyebar gosip.
Lucu ya, kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi sering kita mempertanyakan apa yang dikatakan Qur'an.
Lucu ya, semua orang pinginnya masuk surga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara atau melakukan apa-apa.
Lucu ya, kita bisa ngirim ribuan "jokes" lewat "E-mail", tapi bila ngirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua kali.

Cinta Tak Butuh Alasan...

Adakah alasan bagi kita untuk tidak berbuat baik bagi orang lain? Bahkan untuk berbuat baik, kita tak memerlukan sebuah alasan apa pun. Karena cinta pada sesama tidak membutuhkan pertimbangan, apalagi kalkulasi untung dan rugi. Kasih sayang semestinya mengalir begitu saja, seperti air dari mata air yang berbondong-bondong terjun ke lautan.

Bahkan kita ini bagai ikan kapas yang berenang-renang dalam samudra cinta. Kita terselimuti cinta. Kita terbasahi cinta. Tarikan dan hembusan nafas adalah air cinta. Sayang, sebuah kasih tak selalu begitu saja memancar dari diri kita.

Sebuah cinta tak gampang terserap oleh diri kita. Acapkali kita bentengi diri dengan pikiran yang berusaha membenarkan dan mencari-cari alasan di balik semua anugerah yang ada ini. Seringkali pikiran menjadi batu penghambat gemericik air itu: pikiran yang penuh pamrih dan prasangka.

15 April, 2009

Menanti Sang Revolusioner

Menanti Sang Revolusioner
Oleh: Rabia’ah Al-Adawiyah

Mujahidku, apa kabar?
Semoga saat ini engkau baik-baik saja
Penatku, penatmu saat ini semoga tetap di jalan-Nya
Semoga mendung ini kau nikmati juga
Supaya kau merasa sejuk setelah seharian bercampur debu

Mujahidku...
Aku rindu dalam rindu-rindu tentang takdir kita
Semoga saat ini Penghulu kita menjagamu,
Melindungimu di jalanan yang terik atau di lautan yang berdebur...
atau... bahkan di musim yang berbeda?
Aku tak pernah tahu
Namun, tahukah kau? Aku selalu yakin akan skenario-Nya

Mujahidku...
Semoga saat ini Dia menjaga hatimu, mata, pendengaran
Jiwamu, semuamu.... (ehmmm!) untukku!
Pun aku, semoga Dia membantuku untuk menjaga kehormatanku, jiwaku... jasadku, semuaku... untukmu! Karena-Nya semata.

Mujahidku... tahukah kau?
Saat ini aku berdoa untuk keselamatanmu
Semoga saat ini engkau masih teguh dijalan yang Ia bentangkan untukmu

Mujahidku...
Saat penat-penat pikir dan jasad begitu menggila
Saat kumparan-kumparan dakwah ini mengajak kita berputar bersamanya...
Sungguh, aku hanya berharap DIA ridha atas apa yang aku dan engkau lakukan (meskipun kau entah dimana)

Mujahidku, entah kau di mana...
Aku tak hendak melukis jasadmu,
Aku tak hendak mereka-reka, menebak-nebak tentangmu!
Sebab mujahidku... tahukah kau?
Aku mencintaimu sebelum mata ini memandang, sebelum telinga ini mendengar
Sebelum hal-hal fisik merusak semua ketulusanku atas siapapun kau!
Dan aku... ingin menjaganya tetap begitu: SEDERHANA
Ah, Mujahidku... semoga kaulantunkan doa yang sama pada Pemilik kita
Sebab takdirku dan takdirmu ada di genggaman-Nya
Dan kita? Tak pernah tahu

Mujahidku...
Dalam sujud-sujud panjangku, aku merayu-Nya,
Menyelipkan doa semoga aku pantas mendampingimu
Entah... siapa kau, dimana saat ini adamu... namun...
Ada hormat, ada rindu, kepercayaan,
Yang memberiku selaksa energi tulus

Mujahidku, sungguh aku hanya ingin menjaga diriku, jiwaku
Mempersiapkannya... menempanya
Agar jika suatu saat DIA berkehendak, dan membuat skenario tentang kita,
Aku telah siap mendampingimu
Dan kita akan tapaki jalan dakwah yang kita pilih dan kita cintai
Hingga hanya Allah muara akhir semua cita

Untuk seseorang yang dijanjikan Allah, disaat yang hanya Allah mengetahuinya.

4 keadaan

Dalam hidup ini, kita dapat merangkum berbagai situasi dalam menghadapi sesama kita menjadi 4 :

1. Jika kita menghadapi orang yang lebih pintar dari kita. Maka itu adalah saat dimana kita menimba ilmu darinya.

2. Jika kita menghadapi orang yang sama pintarnya dengan kita. Maka itu adalah saat dimana kita saling bertukar pikiran dengannya.

3. Jika kita menghadapi orang yang lebih bodoh dari kita. Maka itu adalah saat dimana kita memberikan ilmu kita kepadanya.

4. Dan jika kita menghadapi orang bodoh namun banyak bicaranya.Maka itu adalah saat bagi kita untuk diam.